Sleman (MTsN 10 Sleman)—Motivasi dan komitmen penting ditanamkan semenjak dini agar anak tak gamang tapaki  masa depan. Pesantren  Ramadhan menjadi momen tepat mengupayakan hal tersebut. Berlangsung dua sesi, kelas 7 dan 8 MTsN 10 Sleman mengikuti rangkaian Achievement Motivation Training (AMT)  (Selasa/Rabu (18-20/4). Tak tanggung-tanggung, AMT yang bertajuk  Membangun Komitmen untuk Meraih Impian dan Kesuksesan menghadirkan motivator nasional Aziz Nur Wahyudin, MPd. dan tim MAN 4  Sleman.

Motivator Aziz  membuka AMT  dengan icebreaking berupa senam otak, melatih koordinasi  antara gerak pikir dan gerak badan. Suasana puasa tak lantas membuat peserta kehilangan semangat.  Setelah suasana cair dan fokus peserta mulai terbangun, peserta AMT disodori kuisioner guna mengetahui gaya belajar masing-masing siswa. Mereka tampak serius mengisinya. Dipandu tim AMT  Satria Pradana, M.Pd, hasil kuisioner memetakan tiga gaya belajar siswa yaitu gaya  belajar visual, auditorial, dan kinestetik. Setiap anak perlu memahami gaya belajar masing-masing untuk memaksimalkan hasil belajar. “Jadi, jika ada teman kalian  yang memiliki gaya belajar yang unik, jangan diejek karena setiap anak tidak   sama gaya belajarnya,” ungkap Satria. Selanjutnya, Satria menguraikan satu per satu ciri-ciri gaya belajar dan metode belajar yang tepat. “Jika kalian tipe belajar auditorial, carilah tempat yang tenang, gaya kinestetik perlu banyak praktik, dan gaya visual gunakan banyak gambar dan video,” terang Satria.

AMT Pesantren Ramadhan MTsN 10 Sleman Tanamkan Komitmen Raih Impian dan Kesuksesan

AMT Pesantren Ramadhan MTsN 10 Sleman Tanamkan Komitmen Raih Impian dan Kesuksesan

Sesi selanjutnya kembali motivator Aziz memompa  semangat peserta akan semangat belajar dan tekad meraih cita-cita. “Tanamkan dalam pikiran, bayangkan, tulis dan doakan apa yang menjadi cita-cita teman-teman”, tandas Aziz. Motivator memaparkan kisah inspiratif Eni Kusuma seorang gadis kecil miskin, hidup di rumah kardus, kurang gizi, dan nyaris tak mengenyam pendidikan. Orang tuanya hanya mampu menyekolahkannya di SD dan SMP Terbuka tanpa seragam, tanpa sepatu, dan hanya bertatap muka 2 kali seminggu. Si kecil Eni berusaha membantu orang tua dengan berjualan koran.  Bicaranya gagap akibat  kurang gizi membuatnya tak lancar saat menjajakan  koran. Kondisi yang terpuruk tak membuat daya belajar surut. Ia membaca koran dan apa saja sehingga wawasan tak terbelakang. “Aku ingin menjadi penulis bestseller, “ begitu cita-cita yang dicanangkan. Cita-cita yang bagi orang tua  dan orang sekelilingnya tak masuk akal. Bagaimana akan menjadi penulis sementara sekolah pun tak ada kesempatan.

Selepas SMP, Eni bertekad mengubah nasib menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Hongkong. Usianya masih terlalu muda hingga dituakan agar memenuhi syarat berangkat. Selama 6 tahun, Eni bekerja pada majikan yang keras, bengis, dan tanpa mendapat hari libur. Ikatan perjanjian kontrak kerja membuat Eni tak  memiliki pilihan.  Eni tabah menjalani pekerjaannya.  Di sela-sela waktu mengantar sekolah anak majikan, ia memanfaatkan fasilitas komputer dan internet gratis di tempat umum. Ia belajar dan berkorespondensi dengan kawan Eropa hingga lancar berbahasa Inggris. Ia tuliskan kisah pedih hidupnya di dunia maya hingga ribuan mata membacanya. Atas saran kawan pula, diterbitkannya tulisan tersebut hingga bestseller. Enam tahun di Hongkong, tanpa sepengetahuan majikannya, ia berhasil menerbitkan 10 buku bertema psikologi. Cita-cita masa kecil di rumah kardus tercapai sudah. Eni menjadi penulis bestseller. Akhirnya, majikannya mengetahui bahwa buku yang turut dibacanya, ternyata karya Eni Kusuma pembantu rumah tangga yang selama ini direndahkannya.

AMT diakhiri dengan  lantunan doa dipimpin motivator Aziz Nur Wahyudin. “Ya Allah, di tempat ini, di bulan mulia ini, kabulkan doa dan cita-cita teman-teman, siswa MTsN 10 Sleman,”  Peserta khusyuk mengaminkan, (nsw)