PENDAHULUAN
Pesanggrahan adalah sebuah lingkup binaan yang merupakanfasilitas pendukung keberadaan keraton. Pesanggrahan sendiri berasal dari bahasa Jawa Kuna sanggraha yang berarti berkumpul. Jika kata ini didefinisikan dengan lebih sederhana, pesanggrahan adalah “taman” yang diciptakan sebagai sarana bersantai raja dan keluarganya pada masa kerajaan Islam di Jawa. Taman sendiri merupakan suatu sarana yang sangat umum dijumpai dan sering diidentifikasikan sebagai fasilitas kerajaan dimanapun, mulai dari Eropa hingga Asia. Taman juga memiliki nilai penting dari segi estetis maupun filosofissuatu kerajaan.
Pesanggrahan Ngeksigondo. Bangunan ini sarat akan keunikan dari segi arsitektur dan tata ruangnya. Awalnya, bangunan ini dibangun pada abad ke-20 dan dimiliki oleh seorang Belanda, namun pada tahun 1927 dibeli, dirombak, dan dilengkapi oleh Sri Sultan Hamengku Buwana VIII menjadi sebuah pesanggrahan. Bangunan ini kemudian ditetapkan sebagai Cagar Budaya peringkat Nasional.
ISI
- Sejarah Berdirinya Pesanggrahan Dalem Ngeksigondo Kaliurang
Pesanggrahan Ngeksigondo memiliki sejarah yang unik karena tidak dibangun dari awal oleh pihak keraton, melainkan melalui proses akuisisi dan modifikasi. Awalnya, bangunan ini didirikan pada awal abad ke-20 Masehi oleh seorang berkebangsaan Belanda sebagai rumah peristirahatan pribadi. Lokasinya berada di Kaliurang, sebuah kawasan yang pada masa itu merupakan area pemukiman yang didirikan oleh para ahli geologi Belanda. Lalu pada tahun 1927, bangunan peristirahatan ini dibeli oleh Sri Sultan Hamengku Buwana VIII.
Setelah dibeli, bangunan tersebut kemudian dirombak, dilengkapi, dan dimodifikasi untuk difungsikan sebagai pesanggrahan resmi Keraton Yogyakarta. Setelah menjadi milik keraton, bangunan ini diberi nama Pasanggrahan Ngeksiganda (atau Ngeksigondo). Nama ini berasal dari gabungan kata “ngeksi” atau “eksi” yang berarti mata, dan “ganda” yang berarti harum. Secara keseluruhan, “Ngeksigondo” memiliki arti “mata harum”, yang merupakan nama lain untuk Mataram.
Meskipun telah dirombak oleh pihak keraton, corak arsitektur Indis (Hindia Belanda) yang khas masih sangat tampak pada bangunan ini, yang membedakannya dari pesanggrahan-pesanggrahan keraton dari masa sebelumnya yang kental dengan arsitektur tradisional Jawa.
- Fungsi Awal di Masa Kasultanan
Pada era kasultanan, Pesanggrahan Ngeksigondo berfungsi sebagai taman peristirahatan yang ideal bagi Sultan dan keluarganya, melanjutkan tradisi pesanggrahan sebagai fasilitas pendukung keraton. Fungsi utama pesanggrahan ini adalah sebagai tempat peristirahatan, rekreasi, dan sarana wisata bagi raja beserta keluarganya. Penggunaannya berlangsung sejak masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana VIII hingga masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwana IX. Setelah Sultan Hamengku Buwana VIII wafat pada tahun 1939, pengelolaan pesanggrahan ini dilanjutkan oleh putranya, Sri Sultan Hamengku Buwana IX.
Meskipun arsitekturnya bergaya Eropa, tata ruang fungsionalnya masih mempertahankan beberapa nilai-nilai tradisional Jawa. Terdapat pemisahan yang jelas antara area aktivitas raja dan keluarga (di bangunan induk) dengan area untuk para abdi dalem (di bangunan tambahan). Kompleks ini juga dilengkapi dengan keputren (bagian untuk para putri), tempat semedi, dan sebuah gedung kesenian (Gedong Gongso).
Hingga saat ini, keluarga Sri Sultan Hamengku Buwana X masih sesekali singgah dan menggunakan pesanggrahan ini, terutama ketika ada acara-acara tertentu yang diselenggarakan di kawasan Kaliurang
- Penggunaan di Masa Kemerdekaan
Memasuki era kemerdekaan Indonesia, fungsi Pesanggrahan Ngeksigondo mengalami pergeseran signifikan dari tempat peristirahatan menjadi sarana yang menunjang kepentingan politik dan diplomasi negara. Pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan, yaitu antara tahun 1947–1948, Sri Sultan Hamengku Buwana IX meminjamkan kompleks pesanggrahan ini untuk dijadikan lokasi perundingan Komisi Tiga Negara (KTN).
Perundingan KTN dibentuk oleh Dewan Keamanan PBB untuk menyelesaikan konflik bersenjata antara Indonesia dan Belanda. Penggunaan pesanggrahan untuk acara sepenting ini menunjukkan modernisasi fungsinya sebagai sarana diplomasi di era revolusi. Tiga negara yang menjadi mediator dalam komisi tersebut adalah:
– Amerika Serikat, diwakili oleh Dr. Frank Graham
– Australia, diwakili oleh Richard Kirby
– Belgia, diwakili oleh Paul van Zeeland
Lokasi Pertemuan: Pertemuan para delegasi KTN dilangsungkan di Gedong Gongso/Gamelan. Selama pertemuan, para peserta disuguhi pertunjukan tarian Jawa yang diiringi musik gamelan.
- Keadaan Pesanggrahan Sekarang
Saat ini, Pesanggrahan Ngeksigondo berstatus sebagai cagar budaya yang dilindungi dan masih terawat dengan baik, meskipun pemanfaatannya telah disesuaikan dengan perkembangan zaman. Bangunan ini telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya peringkat Nasional dengan nomor registrasi REGNAS: 20151105.02.000046. Pesanggrahan ini masih berdiri dengan kokoh, indah, dan dalam kondisi terawat. Kepemilikan dan pengelolaannya berada di bawah Keraton Yogyakarta. Sebagian dari lahan pesanggrahan, khususnya taman di sisi timur dan tenggara, saat ini telah disewakan kepada pihak swasta dan diubah menjadi Taman Wisata Kaliurang.
Meskipun lokasinya mudah dicari, banyak masyarakat yang belum mengetahui keberadaan bangunan bersejarah ini. Dari luar, pesanggrahan ini seringkali hanya tampak seperti sebuah bangunan kuno biasa. Terdapat gagasan bahwa bangunan ini memiliki potensi besar untuk difungsikan sebagai museum agar nilai sejarahnya dapat lebih dikenal luas oleh publik. Seiring dengan bergabungnya Yogyakarta ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, fungsi pesanggrahan sebagai taman peristirahatan eksklusif bagi raja kini tidak lagi dipandang relevan seperti dahulu.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari segi arsitektur dan tata ruang, Pesanggrahan Ngeksigondo jelas merupakan bentuk perubahan dari pesanggrahan pada umumnya. Pesanggrahan termuda milik Kasultanan Yogyakarta ini memberikan identitas baru sebagai taman yang ideal bagi raja di abad ke-20. Keterbukaan Keraton Yogyakarta terhadap modernisasi terlihat dari keputusan untuk membeli rumah kolonial Belanda dan menjadikannya sebuah pesanggrahan. Perubahan mendasar ini menunjukkan adaptasi Keraton sebagai sebuah institusi terhadap perubahan zaman.
Meskipun demikian, fungsi bangunan dan taman yang menyusun Pesanggrahan Ngeksigondo tetap mencerminkan nilai-nilai keraton yang terpusat pada tradisi adat Jawa. Lokasi ini juga menjadi saksi bisu perjuangan diplomasi Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan
PUSTAKA
IDN Times. (2023). Pesanggrahan Dalem Ngeksigondo, jejak sejarah perundingan penting di Kaliurang. Diakses dari https://jogja.idntimes.com
BPCB DIY. (2015). Registrasi Nasional Cagar Budaya: Pesanggrahan Dalem Ngeksigondo. Yogyakarta: Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sartono, K. (2008). Sejarah Nasional Indonesia VI: Zaman Jepang dan Zaman Republik. Jakarta: Balai Pustaka.
Soekanto, S. (2010). Sejarah Keraton Yogyakarta. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Purwadi. (2012). Sejarah Keraton dan Kadipaten di Yogyakarta. Yogyakarta: Media Abadi.
Disusun oleh: Ainiya Faida Azmi Listiawan, Anisa Fitri, Hasna Aisyah Rahayu, Insan Yudha Pranata, Khairunnisa Arvita Nur Amalia, Mirza Rabbani, Nabila Nur Fahma Maulida, Wisnu Dwi Nugroho (MTsN 10 Sleman).